Tanjunguban – Tanjungpinang (Pulau Bintan)
Pukul 7.30 pagi, kami masih di bintan, tepatnya di kawasan desa toapaya, jalur lintas barat Tanjunguban – tanjungpinang mulai sibuk di lalui kendaraan, arus kendaraan lebih banyak mengalir dari kota tanjungpinang menuju tanjunguban pagi itu, di dominasi kendaraan yang mengangkut para pegawai negeri sipil pemerintah kabupaten Bintan yang hendak mengantor di Bandar Seri Bentan, umumnya pegawai –pegawai Bintan ini berdomisili di kota tanjungpinang. Bandar Seri Bentan merupakan pusat pemerintahan dan juga ibukota kabupaten Bintan yang sebelumnya berada di kota kijang. Meskipun sebutannya “Bandar” yang dalam istilah bahasa melayu adalah kota, jangan di bayangkan Bandar Seri Bentan adalah sebuah kota yang ramai dan sesak, namun justru sebaliknya, Sepi dan dominan hutan belantara. Guna pemerataan pembangunan di bintan, Pusat pemerintahan bintan di bangun di tengah hutan tersebut, dan sejak tahun 2012, Bpk Ansar Ahmad bupati bintan yang menjabat pada masa itu menjadi Bupati Pertama yang berkantor di sana, sekaligus beberapa kantor dinas pemerintah kabupaten di bangun megah di lahan yang pernah berstatus hutan lindung itu.
Sepeda terus kami kayuh, sejak dari tanjunguban kami hanya berhenti untuk memotret, itu pun tidak lama, hanya jpret kemudian gowes kembali. Sejauh ini belum ada istirahat, pantas saja separuh badan dari pinggang ke bawah sudah mulai pegal pegal. Pukul 07.56, akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat di “Pasar Tani Bintan“yang terletak di perempatan tembeling desa toapaya, berharap sambil istirahat kami bisa berbelanja beberapa buah buahan untuk bekal di jalan di pasar ini. Tapi yang kami jumpai adalah pasar yang kosong, meskipun bangunan pasar ini terlihat bagus untuk ukuran sebuah pasar, tapi tidak tahu kenapa bangunan ini kosong dan tampak tak ter-urus, tidak ada pedagang, tidak ada lapak yang buka. Kemana para pedagangnya? Bukan kah jam segini adalah jam sibuk di pasar…? kami berdua seperti dua orang pembeli yang tersesat di sebuah pasar yang kosong, tidak di ketahui kemana para pedagangnya, ingin bertanya tapi entah pada siapa, hanya saya dan pak budi saja disini. Akhirnya kami hanya menumpang istirahat duduk duduk selonjor melurus kan kaki sambil meneguk air mineral di teras bangunan pasar yang kosong tak ter-urus itu.
Sepeda kembali ke jalan setelah kami memutuskan untuk meninggalkan pasar tani yang kosong itu. empat kilometer mengayuh dari pasar tani bintan, kami tiba di wilayah perbatasan antara kabupaten bintan dan kota Tanjungpiang. Lalu lintas semakin ramai pagi itu, kami telah tiba di tepian kota, mobil dan sepeda motor berseliweran, orang orang kota berkendara dengan cepat terkesan mereka sedang terburu buru seperti di kejar sesuatu. kami harus lebih berhati hati, ini sudah masuk jalanan kota. Sepeda kami kayuh dengan kecepatan sedang, mengambil jalur di tepi tepi, sebuah gerbang batas wilayah bertuliskan “Bintan Bretakhing Journey” kami lewati, pertanda kami telah meninggalkan wilayah kabupaten bintan, dan beberapa ratus meter setelah itu, batas kota Tanjungpinang menyambut pula, namum suatu pemandangan tidak mengenakkan tersaji di depan saat melintasi gerbang kota tanjungpinang, tak jauh dari gerbang tersebut, tumpukan sampah berserakan di tepi jalan, meskipun terdapat sebuah bak sampah disana, sungguh sebuah sambutan selamat datang yang tidak di harapkan.
Kami tiba di batas kota itu pukul 08.15. ada jarak sekitar 16 kilometer lagi untuk sampai ke pelabuhan Sri Bintan Pura yang terletak di pusat kota tanjungpinang. Rute dalam kota tidak se-bersahabat rute lintas barat bintan tadi yang cenderung lurus, datar dan juga sepi. Untuk menuju kota ada banyak tanjakan yang akan di lalui, agar cepat sampai kami di tuntut cermat memilih rute agar tidak ketinggalan kapal, kapal tanjungpinag-lingga berlayar pukul 11 siang nanti. Untuk itu saya dan pak Budi berhenti sejenak, kami mencari tempat teduh di depan gerbang vihara Avalokitesvara, disana kami beristirahat sambil merencanakan rute perjalanan ke tengah kota. Ada banyak jalur menuju kota, namun kami akan pilih yang paling cepat dan tidak terlalu banyak tanjakkan nya. Akhirnya, kami sepakat untuk melewati Jln. D.I panjaitan batu 10, memilih jalan lurus ketika bertemu bersimpang Hotel Comfort tanjungpinang , kemudian berbelok ke kanan menuju Jln. Gatot subroto di pertigaan batu tujuh, memintas jalan di Jln.Ahmad Yani menuju lapangan pamedan di Jln. Basuki Rachmat, melewati sebuah tanjakan Jln.Wiratno, berbelok kekiri menuju Jln. Yos Sudarso Batu Hitam, dan kemudian terus menyisir jalan tepi pantai hingga akhirnya kami sampai di tepi laut kota tanjungpinang, pelabuhan Sribintan pura sudah tampak di depan.
Karena waktu yang terbatas, tidak banyak yang dapat kami lakukan di kota tanjungpinang ini, Kami berhenti melepas lelah di sebuah taman kota bernama Laman Boenda. Laman Boenda terletak di tepi laut kota tanjungpinang tak jauh dari pelabuhan Seri Bintan Pura, di taman ini terdapat sebuah gedung unik berbentuk kerang siput bernama gedung gonggong yang merupakan salah satu ikon kota ini. Gedung ini merupakan pusat informasi pariwisata kota tanjungpinang yang baru saja di resmikan Oktober 2016 lalu. Sebagai kenang kenangan kami berfoto di taman tersebut dengan bantuan seorang pengunjung. Waktu sudah menunjukkan pukul 09.15, kami harus segera bergerak ke pelabuahan yang tidak berapa jauh dari taman tersebut. Urusan mendapatakan tiket untuk menyeberang adalah yang paling utama, “kalau sudah selesai urusan tiket, kita baru bisa nyantai nyantai” kata pak Budi. Karena ini adalah pengalaman pertama kami menyeberang ke Lingga, maka datang lebih awal adalah multal untuk kelancaran urusan di pelabuhan, ketinggalan kapal atau gagal berangkat karena kehabisan tiket adalah kegagalan perjalanan ini. Sepeda segera kami kayuh menuju pelabuhan yang tidak jauh dari laman bunda tersebut.
- backpacker
- bandar seri bentan
- bersepeda
- bike touring
- bikepacker
- bintan
- bintan island
- blogger kepri
- cycling
- daek
- daek lingga
- gedung gonggong
- gonggong
- jelajah lingga bersepeda
- KEPRI
- Kepulauan Riau
- laman boenda
- laman bunda
- lapangan pamedan
- Lingga
- pasar tani bintan
- pulau bintan
- sepedaan
- seri bintan pura
- tanjungpinang
- tanjunguban
- tembeling
- tepi laut
- tepi laut tanjungpinang
- toapaya
- travelling
Itu sampah bikin geram lah.. Asli..
pas dekat gerabang selamat datang pula, mudah mudahan sekarang tak ada lagi
Mudah mudahan mas.
salah satu tulisan series yang ditunggu mamah muda dan dedek gemes, “fotografer ganteng uban berkelana”
wekekk kyak drama korea donk kak 😀 hehe terima kasih kak danan… lulus challange februari 😀
Lanjut Maret
Viharanya bikin suasananya benar-benar kayak di China 🙂
betul bg Uma, apalagi dari dalam lingkungan vihara, serasa di toingkok hehe
Jadi udah tau belum kenapa itu pasar tani kosong? Pindah?
Sampah-sampah itu beneran gengges ya 😦
sudah beda pemimpin kak, beda pula perhatiannya hehe
Suasana tempat yang dilalui akan lebih leleuasa dan jelas mata memandang dengan bersepeda. Tapi kalo welcome gate nya saja sudah sampah..hadeuuh…
Jleb bgt rasanya, ketika pintu gerbang kota kondisinya sperti itu, nga kebayang gimana perasaan pemandu wisata ketika bilang “Welcome to our city ” ke pelancong he he
Busyet dah, itu sampai bikin gagal fokus bang. Sukses selalu buat abang ya, semoga nanti gowesnya makin jauh.
perih mata lihatnya kak… terima kasih kak… 🙂
Saye sepertinya belum pernah ke bandar series bintan…. Ntar kl ke sana, menjelajah ah….